Merokok menjadi salah satu tantangan serius bagi pemerintah pusat dan daerah dalam menciptakan perbaikan kualitas hidup masyarakat. Tingginya prevalensi merokok berkorelasi terhadap angka Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia, termasuk Kota Medan, Sumatera Utara. Dalam upaya mencapai tujuan untuk mengurangi angka perokok dan risiko terhadap PTM, para pemangku kepentingan terkait perlu mendorong strategi edukatif mengenai konsep pengurangan bahaya tembakau (tobacco harm reduction).
Medan, 23 November
2024 –
Merokok menjadi salah satu tantangan serius bagi pemerintah pusat dan daerah
dalam menciptakan perbaikan kualitas hidup masyarakat. Tingginya prevalensi
merokok berkorelasi terhadap angka Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia,
termasuk Kota Medan, Sumatera Utara. Dalam upaya mencapai tujuan untuk mengurangi
angka perokok dan risiko terhadap PTM, para pemangku kepentingan terkait perlu
mendorong strategi edukatif mengenai konsep pengurangan bahaya tembakau (tobacco
harm reduction).
Topik ini menjadi
pembahasan utama dalam diskusi yang diselenggarakan Koalisi Indonesia Bebas TAR
(KABAR) dengan mengusung tema “Penerapan Pengurangan Bahaya dalam Menekan
Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular di Kota Medan” di Medan, Sabtu
(23/11/2024). Narasumber diskusi ini antara lain Guru Besar Kehormatan
Universitas Prima, Prof. dr. Mariatul Fadilah, MARS., Sp.KKLP., Ph.D, Praktisi
Kesehatan, Dr. dr. Cashtry Meher, M.Kes, M.H.Kes., Sp. DVE, dan Akademisi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Dr. Indra Mustika S.P, drg.,
Sp. Perio (K).
Guru Besar Kehormatan
Universitas Prima Indonesia, Prof. dr.
Mariatul Fadilah, MARS., Sp.KKLP., Ph.D, menjelaskan kebiasaan
merokok merupakan salah satu faktor utama pemicu berbagai PTM kronis, termasuk stroke,
jantung, dan kanker.
“Dengan tingginya
prevalensi merokok di Indonesia yang sudah melebihi 70 juta orang, maka hal ini
akan berdampak signifikan terhadap peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular di
masyarakat. Permasalahan ini perlu diselesaikan dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan terkait agar prevalensi merokok semakin berkurang sehingga
memperkecil risiko terpapar Penyakit Tidak Menular demi terciptanya peningkatan
kualitas hidup masyarakat,” kata Prof. Mariatul.
Menurut Prof.
Mariatul, perokok dewasa mengalami kesulitan untuk berhenti kebiasaan merokok
secara langsung (cold turkey). Oleh sebab itu, perlu adanya kolaborasi
dengan para pemangku kepentingan terkait seperti pemerintah pusat dan daerah, kementerian/lembaga,
akademisi, praktisi kesehatan, hingga komunitas untuk mengedukasi penerapan
pola hidup sehat, seperti mulai dari menjaga pola makan, rutin berolahraga, tidur
teratur, dan menghindari kebiasaan merokok.
“Perokok dewasa perlu
mendapatkan edukasi mengenai penerapan pola hidup sehat yang membantunya untuk
keluar dari kebiasaan merokok. Upaya tersebut tentunya perlu dibarengi dengan
dukungan moril dari lingkungan terdekat agar perokok dewasa memiliki keyakinan
kuat untuk berhenti dari kebiasaan merokok demi memperbaiki kualitas hidupnya,”
kata Prof. Mariatul.
Praktisi Kesehatan,
Dr. dr. Cashtry Meher, M.Kes, M.H.Kes., M.Ked (DV), Sp. DV, menambahkan,
berhenti merokok secara langsung memang sangat sulit dilakukan. Sebab, perokok
dewasa berpotensi untuk mengalami gejala relapse atau kembali ke
kebiasaan merokok. Oleh sebab itu, selain mendorong penerapan pola hidup sehat,
perlu adanya upaya edukatif lainnya seperti penerapan konsep pengurangan bahaya
tembakau (tobacco harm reduction) yang memanfaatkan inovasi teknologi
terkini untuk mengurangi kebiasaan merokok. Dengan mengoptimalkan upaya
alternatif tersebut, prevalensi merokok, terutama di Kota Medan, diharapkan
dapat turun.
“Memaksimalkan konsep
pengurangan bahaya tembakau melalui pemanfaatan produk tembakau alternatif
dapat menjadi opsi terbaik bagi perokok dewasa untuk mengurangi kebiasaan
merokok sekaligus membantu Pemerintah Kota Medan dalam menurunkan prevalensi
merokok serta angka Penyakit Tidak Menular,” jelas Dr. Cashtry dalam
paparannya.
Berdasarkan data
Badan Kesehatan Dunia (WHO), kebiasaan merokok meningkatkan risiko terpapar
PTM. Adapun menurut data Survei Ekonomi Nasional (Susenas) 2023 menunjukkan
angka perokok aktif cukup tinggi di Kota Medan, terutama di kalangan pria
dewasa dengan persentase mencapai 42% di kalangan usia 24 hingga 54
tahun.
Dr. Cashtry
meneruskan, upaya edukatif dapat dilakukan oleh tenaga medis, sebagai garda
terdepan dalam menyebarluaskan konsep pengurangan bahaya tembakau. Sebab,
tenaga medis, seperti dirinya, berinteraksi langsung dengan perokok. Selain
itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Medan dapat menyelaraskan upaya edukatif seperti
penerapan konsep pengurangan bahaya tembakau dengan program skrining
Penyakit Tidak Menular di tingkat Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Pendekatan tersebut dapat menjadi langkah konkret mengurangi masalah Penyakit
Tidak Menular sehingga target Pemkot Medan dalam meningkatkan kualitas hidup
masyarakat dapat terealisasikan.
“Pemkot Medan bersama
seluruh pemangku kepentingan juga dapat berkolaborasi untuk memasifkan konsep
pengurangan bahaya tembakau agar semakin efektif dalam menurunkan prevalensi
merokok dan angka Penyakit Tidak Menular. Dengan demikian, pendekatan
pengurangan bahaya tembakau selaras dengan program pembangunan Sumber Daya
Manusia di Kota Medan,” tegasnya.
Akademisi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Dr. Indra Mustika S.P, drg., Sp. Perio
(K), menjelaskan
penerapan konsep pengurangan bahaya tembakau diimplementasikan dengan mendorong
perokok dewasa memanfaatkan produk tembakau alternatif, seperti vape dan produk
tembakau yang dipanaskan untuk opsi beralih, yang secara kajian ilmiah terbukti
memiliki risiko lebih rendah dari rokok.
Bukti bahwa produk
tembakau alternatif lebih rendah risiko
diperkuat dengan kajian ilmiah bertajuk “Pemeriksaan Kadar TNF-α dan Kapasitas Antioksidan Saliva
pada Perokok yang Beralih ke Produk Yang Tidak Dibakar: Sebuah Uji Coba
Terkontrol Secara Acak” yang dipublikasikan pada 2023. Penelitian ini
melibatkan 34 peserta berusia 18-65 tahun dengan gingivitis yang terbagi
secara acak ke dalam dua kelompok. Hasilnya, kelompok yang beralih ke produk
tembakau alternatif memiliki total kapasitas antioksidan di dalam tubuh yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perokok. Sementara itu, kadar TNF-α
yang merupakan faktor penting dalam proses peradangan dalam penelitian ini
ditemukan lebih rendah pada kelompok yang beralih daripada kelompok yang terus
merokok. Dengan demikian, kajian ilmiah tersebut membuktikan bahwa risiko pada
produk tembakau alternatif lebih rendah daripada rokok.
“Hasil studi klinis
tersebut memberikan bukti ilmiah bahwa produk tembakau alternatif berhasil
menerapkan pengurangan risiko karena terjadi penurunan profil risiko dari
penggunaannya. Dengan fakta tersebut, Pemkot Medan dapat memaksimalkan produk
tersebut sebagai intervensi dalam menurunkan prevalensi merokok di Kota Medan.
Harapannya, turunnya angka perokok akan berdampak signifikan terhadap
berkurangnya angka Penyakit Tidak Menular sehingga terciptanya perbaikan
kualitas kesehatan masyarakat,” tutup Indra.
Artikel ini telah tayang di VRITIMES