Jelitapos.com – Kota Kendari – Sebuah percakapan WhatsApp yang mengandung ancaman serius kini mencuri perhatian publik khususnya di Kota Kendari, pada Kamis (26/12/2024) kemarin.
Percakapan tersebut, diduga terjadi antara Rafid, yang mengaku sebagai wartawan dan Abdu Rahman seorang jurnalis yang tergabung dalam Organisasi Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Provinsi Sulawesi Tenggara.
Isi percakapan ini memunculkan ketegangan yang mengguncang dunia jurnalistik, dan menyoroti ancaman fisik serta dugaan pelanggaran etika yang melibatkan kedua belah pihak.
Selain itu, percakapan lewat WA tersebut, diduga turut menyeret nama Organisasi Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) hingga mendapatkan kecaman terkait insiden tersebut.
Mirisnya dalam percakapan antara Rafid dan Abdu Rahman dimulai dengan nada merendahkan yang langsung diarahkan oleh Rafid kepada Abdu Rahman. Dalam pesan yang diduga dikirim melalui WhatsApp, Rafid menyebut Abdu sebagai jurnalis yang tidak profesional dan bahkan menganggapnya sebagai “wartawan abal-abal.
“Siapa yang tidak kenali saya. Wartawan yang kompeten ya, bukan yang abal-abal kayak dirimu,” tulis Rafid dalam pesan singkat yang menyakitkan.
Tidak hanya itu, Rafid kemudian menuding Abdu Rahman terlibat dalam hal transaksi uang dengan pihak restoran RM di Kota Kendari, dan sebuah tuduhan serius yang semakin memperburuk suasana. Dalam isi chat rafid berbunyi “ko pergi jual medianya orang sama pemilik RM Bebek Sakti,” lanjut Rafid dalam pesan yang semakin menunjukkan adanya ketegangan pribadi antara keduanya.
Abdu Rahman, yang saay itu merasa tuduhan tersebut tidak berdasar, langsung memberikan tanggapan dengan meminta bukti. “Ada buktinya sy pergi jual medianya orang? Siapa bilang begitu coba sebut namanya?” jawab Abdu Rahman, yang menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam aktivitas yang dituduhkan oleh Rafid.
Meski demikian, ketegangan semakin meningkat ketika Rafid kembali menuduh Abdu Rahman terkait suatu kejadian lain, yakni penghapusan berita di Tribun Sultra. Rafid menulis. Tribun Sultra, nomormu ini yang hubungi Samsu kemarin minta take down berita.
Namun, puncak ketegangan terjadi ketika Abdu Rahman mempertanyakan ketidakhadiran Rafid dalam konferensi pers di RM Bebek Sakti. Dalam percakapan tersebut, Rafid melontarkan ancaman fisik yang sangat mengejutkan dan menambah kekhawatiran di kalangan jurnalis dan masyarakat.
“Kalau saya hadir tadi, sudah saya injak batang lehermu. Orang macam kamu ini yang kasih rusak profesi wartawan,” tulis Rafid dengan nada penuh amarah.
Lanjut, ancaman tersebut tidak hanya menambah ketegangan antara kedua belah pihak, tetapi juga memicu kecaman dari berbagai kalangan, terutama dari Organisasi Wartawan yang merasa bahwa ancaman seperti ini bisa merusak profesionalisme dan etika jurnalis di Indonesia.
Tindakan Rafid yang mengancam Abdu Rahman memicu kecaman keras dari berbagai pihak, terutama dari Organisasi Wartawan tempat Abdu Rahman bernaung, yaitu Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI).
Disisilain, Anggota Organisasi PPWI Syarifuddin, menyatakan bahwa tindakan Rafid tidak bisa diterima dalam dunia jurnalistik yang profesional,” tuturnya.
Ditegaskannya, ancaman semacam ini, sangat merusak integritas dan etika profesi jurnalis. PPWI sangat menyesalkan kejadian ini dan meminta pihak berwenang untuk segera menyelidiki dan memberikan perlindungan hukum kepada Abdu Rahman. Kami juga mendesak agar pihak yang melakukan ancaman segera dihadapkan pada proses hukum yang sesuai,” Syarifuddin.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyoroti pentingnya menjaga etika dan profesionalisme di dunia jurnalistik. Ancaman verbal dan fisik yang dilakukan oleh Rafid tidak hanya merusak reputasi individu, tetapi juga memberi dampak buruk terhadap citra profesi jurnalistik secara keseluruhan. Tindakan semacam ini berpotensi merusak hubungan antar jurnalis, bahkan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap integritas media.
Sebagai bagian dari komunitas jurnalis yang profesional, setiap anggota seharusnya dapat menyelesaikan konflik melalui saluran yang lebih tepat tanpa harus menggunakan kekerasan atau ancaman. Kasus ini juga menunjukkan bahwa perlindungan terhadap jurnalis dan kebebasan pers harus menjadi prioritas utama dalam menjaga independensi media.
Saat ini, publik menantikan tindakan tegas dari pihak berwajib untuk menyelesaikan konflik ini dan memastikan bahwa pelaku ancaman, yakni Rafid, mendapat hukuman yang setimpal. Penegakan hukum dalam kasus ini menjadi sangat penting untuk memberi pesan bahwa tindakan kekerasan terhadap jurnalis, baik dalam bentuk ancaman verbal maupun fisik, tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Masyarakat dan Organisasi Wartawan juga mendesak agar Kepolisian segera menyelidiki dan mengambil langkah hukum yang sesuai dengan ancaman yang telah terjadi. Jangan sampai insiden seperti ini dibiarkan begitu saja, karena dapat menurunkan standar profesionalisme dalam dunia jurnalisme dan merusak citra profesi yang telah dibangun selama ini.
Seiring dengan perkembangan kasus ini, publik menunggu apakah akan ada tindakan konkret dari pihak berwenang serta apakah insiden ini akan menjadi pengingat bahwa ancaman terhadap jurnalis tidak akan pernah bisa diterima dalam dunia yang menjunjung tinggi kebebasan pers dan etika jurnalistik.
Editor: Nurwindu.Nh